Selasa, 29 Oktober 2013

JURNAL TEKNOLOGI JARINGAN WIRELESS



UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER &TEKNOLOGI INFORMASI



 JURNAL TEKNOLOGI JARINGAN WIRELESS

SISTEM KOMUNIKASI MENGGUNAKAN WIRELESS

Nama Kelompok     :  Dwie Restiani  (12110217)

                               Febri Inayah    (12110681)

                               Siti Soleha       (16110621)

 

Kelas                         :  4KA11

   

Jurusan                       :  Sistem Informasi
 














DAFTAR ISI
Halaman Judul…………………………………………………………
Abstrak………………………………………………………………..
Daftar Isi…………………………………………………....…..........
BAB 1. PENDAHULUAN………….………………………………….
             1.1 Latar Belakang …………….....…………………..........
BAB 2. LANDASAN TEORI…………………….………….............
            2.1  Wireless LAN...........................................................
BAB 3.PEMBAHASAN................................................................
             3.1  Mode Jaringan Ad hoc.............................................
             3.2  Media Transmisi Wireless........................................
             3.3.  Komunikasi Data Pada Wireless LA..........................
             3.4  Format Frame........................................................
             3.5  Prosedur Pentransmisian Data..................................
             3.6 Proses Pengiriman dan Penerimaan Data pada NIC..
BAB 4.  PENUTUP
           4.1  Kesimpulan.............................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................

Hal 
i
ii
iii
1
1
2

2 
3
3
3
4
4
5
 6
 8
 9

ABSTRAKSI

Pemakaian perangkat teknologi berbasis wireless pada saat ini sudah begitu banyak, baik digunakan untuk komunikasi suara maupun data. Karena teknologi wireless memanfaatkan frekwensitinggi untuk menghantarkan sebuah komunikasi, maka kerentanan terhadap keamanan juga lebih tinggi dibanding dengan teknologi komunikasi yang lainnya. Berbagai tindakan pengamanan dapat dilakukan melalui perangkat komunikasi yang digunakan oleh user maupun oleh operator yang memberikan layanan komunikasi. Kelemahan jaringan wireless secara umum dapat dibagi menjadi 2 jenis, yakni kelemahan pada konfigurasi dan kelemahan pada jenis enkripsi yang digunakan. Secara garis besar, celah pada jaringan wireless terbentang di atas empat layer di mana keempat lapis (layer) tersebut sebenarnya merupakan proses dari terjadinya komunikasi data pada media wireless. Keempat lapis tersebut adalah lapis fisik, lapis jaringan, lapis user, dan lapis aplikasi. Model-model penanganan keamanan yang terjadi pada masing-masing lapis pada teknologi wireless tersebut dapat dilakukan antara lain yaitu dengan cara menyembunyikan SSID, memanfaatkan kunci WEP, WPA-PSK atau WPA2-PSK, implementasi fasilitas MAC filtering, pemasangan infrastruktur captive portal.

Kata kunci : Teknologi , Komunikasi , Jaringan , Wireless


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi telekomunikasi sebagai sarana mempercepat proses penyampaian informasi, maka ilmu pengetahuan dan teknologi diarahkan pada penyampaian informasi yang lebih efisien dan praktis.
Teknologi jaringan dapat digunakan untuk mempermudah dalam hal untuk mendistribusikan data dalam suatu pekerjaan. Jaringan komputer pada umumnya menggunakan kabel sebagai media transmisi, untuk implementasinya tidak terlalu sulit tetapi jika lokasinya susah untuk dijangkau dan hanya bersifat sementara tentu dengan menggunakan kabel sebagai media transmisi tentu hal ini sangatlah tidak efektif. Sebagai alternatif lain kita dapat menggunakan teknologi wireless LAN. Keuntungan penggunaan wireless LAN dibandingkan LAN yang menggunakan kabel, yaitu : mempunyai sifat fleksibilitas yang tinggi dan tanpa membutuhkan perencanaan jaringan terlebih dahulu. Sedangkan kekurangannya adalah mempunyai bandwith yang lebih kecil dibandingkan jaringan kabel dan frekuensi radio yang akan digunakan harus mendapakan ijin dan mengikuti peraturan yang berlaku dalam suatu negara. Selain itu dari segi biaya jauh lebih mahal, tetapi untuk segi perawatan lebih mudah dan murah.
Pada tulisan ini akan dibahas mengenai penggunaan sistem komunikasi data pada wireless LAN. Dari tulisan ini diharapkan dapat mengetahui metode yang dilakukan pada komunikasi data wireless LAN.




BAB II
LANDASAN TEORI
2.1  Wireless LAN
        Jaringan Wireless adalah jaringan yang mengkoneksi dua komputer atau lebih menggunakan sinyal radio, cocok untuk berbagai-pakai file, printer, atau akses internet. Teknologi wireless LAN menjadi sangat popular di banyak aplikasi. Setelah evaluasi terhadap teknologi tersebut dilakukan, menjadikan para pengguna merasa puas dan meyakini realibility teknologi ini sudah siap untuk digunakan dalam skala luas dan komplek pada jaringan tanpa kabel.
Teknologi komunikasi data dengan tidak menggunakan kabel untuk menghubungkan antara klien dan server. Secara umum teknologi Wireless LAN hampir sama dengan teknologi jaringan komputer yang menggunakan kabel (Wire LAN atau Local Area Network). Teknologi Wireless LAN ada yang menggunakan frekuensi radio untuk mengirim dan menerima data yang tentunya mengurangi kebutuhan atau ketergantungan hubungan melalui kabel. Akibatnya pengguna mempunyai mobilitas atau fleksibilitas yang tinggi dan tidak tergantung pada suatu tempat atau lokasi. Teknologi Wireless LAN juga memungkinkan untuk membentuk jaringan komputer yang mungkin tidak dapat dijangkau oleh jaringan komputer yang menggunakan kabel.
Dizaman era globalisasi ini sudah banyak tempat - tempat yang menyediakan koneksi LAN dengan teknologi Wi-fi yang biasa disebut dengan hotspot. Dengan hal ini memungkinan seseorang dengan komputer dengan kartu nirkabel (wireless card) atau personal digital assistant (PDA) untuk terhubung dengan internet menggunakan titik hotspot terdekat.
Awalnya teknologi ini didesain untuk aplikasi perkantoran dalam ruangan, namun sekarang wireless LAN dapat digunakan pada jaringan peer to peer dalam ruangan dan juga point to point diluar ruangan maupun point to multipoint pada aplikasi bridge wireless LAN didesain sangat modular dan fleksibel. Jaringan ini juga bisa di optimalkan pada lingkungan yang berbeda. Dapat mengatasi kendala geografis dan rumitnya instalasi kabel.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1.      Mode Jaringan Ad hoc.
Mode jaringan ad hoc merupakan mode jaringan yang paling sederhana dalam
wireless LAN. Pada mode jaringan ad hoc terdiri dari dua atau lebih workstation yang
terubung secara langsung dengan workstaion lain. Pada mode ini tidak terjadi koneksi
antara jaringan wireless dan jaringan kabel sehingga tidak memerlukan acces point. Ilustrasi dari mode jaringan ad hoc.
Pada jaringan ad hoc, karena setiap workstation dapat berkomunikasi secara langsung dan terbatas pada jangkauan dari workstation tersebut maka metode yang tepat digunakan untuk jaringan sementara dan tanpa perlu adanya perencanaan terlebih dahulu. Sebagai contoh dalam suatu pertemuan, dimana setiap peserta membawa komputer portable maka untuk memudahkan untuk berkomunikasi antar PC adalah dengan menggunakan jaringan ad hoc.

3.2.      Media Transmisi Wireless
Phsical layer berfungsi untuk membawa aliran raw bit dari satu mesin ke mesin yang lainnya. Bermacam-macam media fisik bisa digunakan untuk keperluan transmisi. Setiap media memiliki karakteristik tertentu, dalam bandwith, delay, biaya dan kemudahan instalasi serta pemeliharaanya. Supaya dapat dioperasika pada spektrum bebas yang dikenal dengan ISM( Industrial, Scientific, and Medical), sistem
radio harus menggunakan teknik modulasi yang dikenal Spread Spektrum(SS).
Pada cara ini sinyal radio didistribusikan pada suatu spektrum dan tidak tetap pada frekuensi tunggal. Sehingga tidak ada pengguna tunggal yang mendominasi suatu band dan semua pengguna tampak sepeti noise.
Keuntungan penggunaan spread spektrum adalah penggunaanya dapat digunakan oleh beberapa pengguna pada satu band pada tempat dan waktu yang berbeda daripada pengguna yang statis dengan frekuensi yang terpisah. Dibandingkan dengan sistem radio lain, salah satu keunggulannya adalah besar bandwith yang tersedia dan kemampuan untuk digunakan oleh beberapa pengguna dalam satu band sehingga sistem ini sangat tepat bila digunakan dalam wireless LAN.
Ada beberapa band yang pemakaiannya tidak memerlukan ijin yaitu 902-928 MHz, 2.4-2.5 GHz, 5.7-5.8 GHz. Untuk aplikasi wireless LAN, yang sesuai dengan standar IEEE 802.11 maka digunakan frekuensi 2.4-2.5 GHz, hal ini dikarenakan pada spektrum frekuensi 902-908 MHz digunakan untuk sistem komunikasi selular dan sedikitnya bandwith yang tersedia.

3.3       Komunikasi Data Pada Wireless LAN
Dalam komunikasi wireless LAN data yang dikirimkan menjadi beberapa fragmen, dari fragmen tersebut baru diubah menjadi bentuk frame agar bisa dikirimkan. Data dari pengirim maupun penerima adalah dalam bentuk digital, karena menggunakan media gelombang radio sebagai media untuk pengiriman data maka sinyal digital harus diubah menjadi gelombang radio agar dapat ditransmisikan.

3.4       Format Frame.
Fragmen-fragmen data agar dapat ditransmisikan, maka perlu dibentuk frame agar dapt ditransmisikan. Ada 2 format frame, yaitu format frame MAC dan format physical yang disebut PSDU( Physical Layer Convergence Service Data Unit). Pada MAC header terdiri dari,:
a.  Field frame Control yang berisi informasi tentang frame
b. Field duration /ID berisi tentang waktu yang digunakan oleh frame tersebut
c. Field-field addres berisi tentang informasi darimana data berasal dan kemana
  tujuan data
d. Field sequence control mengandung inforamasi tentang urutan fragmen
e. Field frame body berisi data dari frame tersebut
f. Field FC berguna untuk melakukan pengontrolan kesalahan dari frame tersebut pada transmisi.
Format Frame tersebut akan diubah oleh lapisan phy untuk menjadi frame yang sesuai untuk ditransmisikan. Data dari MAC akan ditambah dengan header dan preamble, format data pada lapisan data disebut PPDU(PLCP Protocol Data Unit).



3.5.      Prosedur Pentransmisian Data
a.         Prosedur Carier Sense
Ketika workstation akan melakukan transmisi, maka yang akan dilakukan untuk pertama kalinya adalah mendeteksi keadaan dari medium. Apakah medium dalam keadaan sibuk atau idle. Parameter yang digunakan adalah interval waktu antara tiap frame yang ditransmisikan, yang disebut dengan IFS(Interframe Space). Ada 4 IFS yang digunakan dalam komunikasi data wireles, yaitu Short IFS (SIFS), PCF IFS(PIFS), DCF IFS(DIFS), Extened IFS
(EIFS).
b.         Prosedur Back Off
Setelah mekanisme carier sense menentukan bahwa media dalam keadaan idle maka workstation akan segera melakukan persaingan dalam pentransmisian. Untuk menentukan workstation mana, yang akan mengirimkan data maka
dilakukan prosedur Back Off. Untuk memulai prosedur Back Off, maka setiap workstation yang akan melalukan pentransmisian data harus menentukan setting waktu dari back off yang menggunakan persamaan di bawah ini:
Waktu back off= random x slot time
Keterangan :
Random merupakan harga dari pseudo random integer yang diambil dari distribusi yang sama pada interval (0,CW), dimana CW(Contention Window) memepunyai batas CWmin = CW CWMax, harga dari CW .
Slot Time : merupakan harga dari slot waktu yang dalam spesifikasi IEEE
802.11b bahwa waktu slot memunyai durasi 20 µdetik . Setelah setting waktu back off dapat ditentukan maka setiap workstation akan mengurangi waktu backoff satu slot sampai dengan adanya workstation lain yang terlebih dahulu mencapai mencapai waktu backoff 0(nol) atauworkstation tersebut yang boleh melakukan transmisi, sedangkan bila worksation yang lain terlebih dahulu mendapatkan counter back off mencapai 0 maka workstation tersebut akan berhenti melakukan pengurangan dan menunda proses back off samapi dengan terdeteksinyawaktu DIFS maupun EIFS yang tidak dapat diikuti oleh frame.

c.         Proses Transmisi Fragmen Data
Setelah work station berhasil melakukan prosedur back off, dan akan melakukan transmisi maka workstation tersebut pertama kali akan mengirimkan sinyal RTS(Request To Send) yang berfungsi untuk meminta ijin pada workstation penerima utnuk bisa melakukan proses pengirimana data. Workstation yang menerima sinyal RTS harus mentransmisikan frame CTS setelah periode SIFS jika NAV pada workstation penerima RTS menunjukan idle. Bila NAV pada penerima tidak menunjukan idle maka worksation penerima tidak perlu merespon drame RTS. Field RA( Receiver Addres) harus mempunyai harga yang sama dengan yang ada pada field TA(Transmitter Addres) di frame RTS. Sedangkan untuk field duration /ID dalam frame CTS juga harus sama dengan durasi frame RTSyang diterima dikurangi dengan perioda SIFS dan waktu yang digunakan untuk mentransmisikan CTS. Setelah melakukan transmisi maka workstaion akan menunggu interval CTS timeout. Setiap frame akan mengandung informasiyang digunakan untuk menentukan durasi dari transmisi berikutnya. Informasi durasi dari frame RTS digunakan untuk memperbaharui NAV(Network Alocation Vector) bahwa
media dalam keadaan sibuk sampai akhirnya ACK 0. Workstation yang dapat melakukan transmisi setelah periode SIFS jika hanya dalam keadaan:
a. Workstation telah menerima sebuah fragmen yang membutuhkan ACK
b. Worksation pengiriim telah menerima sinyal ACK dari fragmenberikutnya
tetapi masih dalam satu MPDU

3.6.      Proses Pengiriman dan Penerimaan Data pada NIC
Pada Network Interface Card (NIC) mempunyai fungsi sebagai interface antara node dalam suatu jaringan LAN. Pada wireless adapter card mempunyai fungsi yang sama seperti ethernet card yang lain, yang berbeda hanya pada media yang digunakan. Media pada wireless card untuk transmisi adalah sinyal RF. Pada wireless adapter card ini berfungsi sebagi transceiver yang terdiri dari smbilan bagian dasar, yaitu :
a. Baseband Prosesor
b. Modulator/ Demulator
c. Up/ Down Convrter
d. Power Amplifier
e. Low Noise Amplifier
f. RF VCO
g. IF VCO
h. Antena
i. Buffer Interface
Selama akan dilakukan transmisi, data yang akan ditransmisikan diletakan pada TXdata line yang kemudian data tersebut diproses dalam baseband prosesor. Data ini akan dimosulasikan dengan salah asatu dari tiga macam modulasi yang dipakai yaitu DBPSK, DQPSK, atau CCK. Data yang telah dimodulasi kemudian akan dilakukan spreading deangan programable PN code, dalam hal ini kemudian akan dibangkitkan dua sinyal I dan Q. Sinyal I dan Q kemudian dikirimkan ke Quad IF modulator diaman pada bagian ini sinyal ini pertama kali akan difilter yang kemudian akan dimodulasikan dengan frekuensi IF (280 MHz). IF osilator akan membangkitkan sinyal dengan fekuensi 560 MHz yang dibagi oleh dua modulatordan demulator seehingga frekuensi IF menjadi 280 MHz. Kemudian kedua sinyal ( I dan Q) digabungkan menjadi satu yang kemudian dikirim ke bagian berikutnya yaitu up/down converter.
Pada bagian up/down converter sinyal akan disisipkan pada RF channel yang telah diatur dengan sythesizer, pada 2.4 GHz band ISM. Pada bagian akhir sinyal akan dikuatkan untuk mendapatkan output sebesar 18 dBm.
Pada bagian penerima, sinyal akan diterima oleh dua anatena internal yang kemudian salah satu antana akan dipilih oleh algoritma antena diversity yang terdapat pada baseband processor dengan cara membandingkan kualitas sinyal yang diterima oleh kedua antena tersebut. Kemudian sinyal akan dikuatkan oleh LNA, dimana sinyal keluarannya akan dikirimkan ke up/down converter. Oleh up/down converter sinyal dirubah dari range frekuensi 2.4 GHZ menjadi frekuensi IF yaitu 280 MHZ.
Modulator dan demulator pada quad IF akan merubah sinyal menjadi baseband dan membaginya menjadi komponen In-phase dan Quadrature(Q) sebelum sinyal tersebut dikirim ke baseband processor. Pada baseband processor pertama kali sinyal akan dispread kemudian sinyal akan didemodulasikan dari bentuk sinyal DBPSK, DQPSK maupun CCk menjadi data.

BAB IV
PENUTUP
4.1.      Kesimpulan
Sistem Komunikasi wireless menggunakan standar IEEE 802.11b. Lapisan yang bertanggung jawab untuk terjadinya komunikasi wireless pada jaringan ad hoc adalah lapisan Mac dan lapisan physical. Wireless bekerja pada frekuensi 2.4 GHz dengan kecepatan transfer data 11 Mbps. Untuk dapat menambah jarak jangkauan, jumlah client dan dapat berkomunikasi dengan client wired maka diperlukan alat tambahan, yaitu
Acces Point. Wireless Lan dapat digunakan untuk kecepatan lebih tinggi, yaitu diatas 11Mbps.



DAFTAR PUSTAKA

1. C.Y.LEE, william, 1995, Mobile Cellular Telecomunication analog and Digital Systems, USA: Mac Graw Hill, Inc.
2. IEEE. 1999, Part 11: Wireless LAN Medium Acces Control (MAC) and Physical Layer (PHY) specifications, http:// www.ieee.com
3. IEEE. 2000, Part 11b: Wireless Lan Medium Acces Conrol (MAC) and Physical layer (PHY) specifications: Higher- Speed Phyical Layer Extension in the 2.4 GhzBand, http:// www.ieee.com
4. Intersil. Mei 1996, a Brief Tutorial on Spread Spectrum and Packet Radio, http:// www.intersil.com
5. Tannebaum. 1997, Jaringan Komputer, edisi Indonesia, Jilid 1, Jilid 2, jakarat: Prehalindo.

JURNAL LAYANAN TELEMATIKA (E-BUSSINESS)



UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER & TEKNOLOGI INFORMASI




 JURNAL LAYANAN TELEMATIKA (E-BUSSINESS)
 
                PROSPEK, PENERAPAN, DAN KEBIJAKAN E-BUSINESS DI INDONESIA

                                      Nama Kelompok     :  Dwie Restiani (12110217)

                                                                      Febri Inayah    (12110681)

                                                                      Siti Soleha       (16110621)

     

                                     Kelas                       :  4KA11

    

                                    Jurusan                    :  Sistem Informasi

 
 



ABSTRAKSI
Metode bisnis elektronik memungkinkan perusahaan untuk menghubungkan data internal dan eksternal sistem pemrosesan lebih efisien dan fleksibel, untuk bekerja lebih erat dengan pemasok dan mitra, dan untuk lebih memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan mereka. E-Business memungkinkan suatu perusahaan untuk berhubungan dengan sistem pemrosesan data internal dan eksternal mereka secara lebih efisien dan fleksibel. E-Business juga banyak dipakai untuk berhubungan dengan suplier dan mitra bisnis perusahaan, serta memenuhi permintaan dan melayani kepuasan pelanggan secara lebih baik. Pendapatan rata-rata dari bisnis internet yang cukup tinggi membuat internet suatu pasar yang sangat menarik. Pengembangan e-business di Indonesia dapat menjadi solusi yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.


kata kunci : e-business, internal ,external




DAFTAR ISI
              
Halaman Judul.......................................................................
Abstrak.................................................................................
Daftar Isi..............................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN........................................................
             1.1 Latar Belakang ....................................................
BAB 2. LANDASAN TEORI...................................................
            2.1  Definisi E-Business..............................................
            2.2  Faktor Faktor Penggerak E-Business....................
BAB 3.  PEMBAHASAN......................................................
             3.1  Prospek E-Business di Indonesia.......................
            3.2   Penerapan E-Bisnis di Indonesia........................
            3.3.  Kebijakan E-Business.....................................
BAB 4.  PENUTUP
              4.1  Kesimpulan..................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................

Hal
i
ii
iii
1
1
3
3
3
6
6
9
10

12
13








BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.    Latar  Belakang
  Fenomena E-Business tidak dapat disangkal telah menjadi trend yang mewarnai aktivitas bisnis di negara-negara maju maupun berkembang. Konsep baru yang berkembang karena kemajuan teknologi informasi dan berbagai paradigma  bisnis baru ini dianggap sebagai kunci sukses perusahaan-perusahaan di era informasi dan di masa-masa mendatang. Secara ringkas, Mohan Sawhney mendefinisikan E-Business sebagai: “The use of electronic networks and associated technologies to enable, improve, enhance, transform, or invent a business process or business system to create superior value for current or potential customers”.
Secara prinsip definisi tersebut jelas memperlihatkan bagaimana teknologi elektronik dan digital berfungsi sebagai medium tercapainya proses dan sistem bisnis (pertukaran barang atau jasa) yang jauh lebih baik dibandingkan dengan cara-cara konvensional, terutama dilihat dari manfaat yang dapat dirasakan oleh mereka yang berkepentingan (stakeholders).
Dengan meningkatnya pengembangan teknologi dan tuntutan bisnis yang kian hari harus efisien dan dimana peluang komunikasi elektronik banyak terbuka lebar maka semakin banyak perusahaan yang menggunakan teknologi informasi di dalam perusahaannya. Baik sebagai produk IT, instrument manajemen, maupun cara berbisnis.
Sejak ditemukannya World Wide Web dimulailah perkembangan yang signifikan bagi perkembangan bisnis di seluruh dunia. Banyak output yang terjadi akibat penemuan World Wide Web, antara lain menyebabkan pemakaian internet yang kian meningkat secara eksponensial dan kini dapat diakses lewat telepon dan televisi. Dengan adanya internet maka terciptalah dunia maya dimana orang dapat membeli menjual barang sekaligus menciptakan pasar tersendiri. Dunia virtual menyebabkan biaya produksi menurun sehingga barang dan jasa dapat diperoleh secara lebih murah dari sebelumnya. Mekanisme pasar virtual ada gilirannya menciptakan mekanisme bisnis tersendiri yaitu isu keamanan data dan informasi (security and trust), penanganan informasi yang efisien (efficient information handling) dan system pembayaran secara elektronik, di samping isu-isu lain seperti munculnya komunitas virtual dan institusi yang melayani layanan bisnis dan komunikasi secara elektronik, yang kian hari juga kian banyak sejalan dengan meningkatnya bisnis secara eletronik dan kesempatan membeli secara elektronik.
E-Business memungkinkan suatu perusahaan untuk berhubungan dengan sistem pemrosesan data internal dan eksternal mereka secara lebih efisien dan fleksibel. E-Business juga banyak dipakai untuk berhubungan dengan suplier dan mitra bisnis   perusahaan, serta memenuhi permintaan dan melayani kepuasan pelanggan secara lebih baik.



BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.      Definisi E-Business
E-Business adalah penggunaan Teknologi Informasi untuk memudahkan proses bisnis, melakukan ecommerce, dan menyediakan kerja sama dan komunikasi perusahaan pendukung. Utilisasi informasi dan teknologi komunikasi untuk mendukung semua aktifitas bisnis
a. Meliputi segalanya- marketing, advertising, after-sales
b. Pada umumnya berhubungan dengan web-based systems
 E-Business – Elektronik Bisnis berasal dari seperti terminologi e-mail dan e-commerce, adalah melakukan bisnis pada Internet. Ini merupakan suatu istilah yang lebih umum dibanding e-commerce, mengacu pada tidak hanya pembelian dan penjualan tetapi juga pelayanan pelanggan dan bekerja sama dengan mitra bisnis.

2.2.      Faktor-Faktor Penggerak e-Business
Jika dikaji secara sungguh-sungguh perkembangan dari implementasi konsep dasar e-Business di sebuah industri atau negara sangat ditentukan oleh desakan faktor dari luar (external driving forces). Paling tidak ada empat faktor desakan yang saling berkonvergensi satu dengan lainnya yang secara signifikan akan menentukan percepatan implementasi konsep e-Business, yaitu masing-masing:
  • Customer expectations,
  • Competitve imperatives,
  • Deregulation, dan
  • Technology


1.       Customer Expectations
Paradigma baru menekankan pentingnya pelanggan ditempatkan sebagai titik awal atau acuan dari penyusunan konsep bisnis sebuah perusahaan. Dewasa ini seorang pelanggan tidak cukup dapat dipuaskan dengan baiknya kualitas sebuah produk yang ditawarkan. Pelanggan bersangkutan mengharapkan adanya pelayanan pra dan pasca jual yang baik.
2.        Competitive Imperative
Globalisasi telah membentuk sebuah arena persaingan dunia usaha yang sangat ketat. Hampir semua perusahaan di dunia dapat melakukan kompetisi secara terbuka di lingkungan pasar bebas. Tentu saja hal ini menimbulkan dampak yang sangat besar bagi keberadaan sebuah perusahaan. Pelanggan akan dengan mudahnya membandingbandingkan kualitas produk dan pelayanan antar perusahaan dari hari ke hari. Dengan prinsip selalu mencari yang murah, lebih baik, dan lebih cepat, maka secara tidak langsung perusahaan dipaksa untuk menyusun dan mengembangkan sebuah model dan strategi bisnis yang tepat.
3.        Deregulation
Harus diakui pula bahwa secara makro deregulasi yang dilakukan oleh pemerintah maupun negara-negara lain (disamping keberadaan lembaga-lembaga dan komunitas dunia semacam WTO, APEC, AFTA, dan lain-lain) telah turut mewarnai bentuk dunia usaha di masa mendatang, terutama yang berkaitan dengan konsep perdagangan bebas antar negara dan industri. Ditiadakannya pajak masuk produk-produk impor, dibebaskannya kuota ekspor produk, disatukannya berbagai mata uang asing (single currency), dialirkannya informasi secara bebas, tentu saja telah memaksa lingkungan dunia usaha menjadi lebih efisien dari masa ke masa.


4.        Teknologi
Faktor terakhir dan menentukan dalam mengimplementasikan konsep e-Business adalah kemajuan teknologi informasi, yang didominasi oleh percepatan perkembangan teknologi komputer dan telekomunikasi. Fungsi dari teknologi informasi tidak hanya kritikal bagi perkembangan e-Business (enabling function) tetapi justru telah menjadi penggerak dari dimungkinkannya pengembangan modelmodel bisnis baru yang tidak terpikirkan sebelumnya. Dengan e-business aliran informasi dari perusahaan ke pelanggan, pemasok, pemerintah, pemilik modal dan masyarakat haruslah dikelola dengan baik. Pengelolaan informasi pada perusahaan tergantung pada strategi yang diterapkan dan dukungan eksekutif, manajer dan karyawan. Dengan dukungan sarana dan prasarana maka diharapkan aliran informasi perusahaan akan cepat, tepat dan akurat, dengan demikian perusahaan akan dapat mempertahankan hidupnya, memperoleh keuntungan dan dapat berkompetisi dengan sehat.



BAB III
PEMBAHASAN

3.1.      Prospek E-Business di Indonesia
Menurut data the Economist Intelligence Unit (2007), Indonesia menempati peringkat ke 67 dari 69 negara yang dianalisis untuk kesiapan menerapkan e-bisnis dan implementasi digital lainnya,  Kriteria yang diteliti adalah : adopsi konsumen dan bisnis, konektivitas dan infrastruktur teknologi, lingkungan bisnis, lingkungan sosial dan budaya, kebijakan pemerintah dan visi, dan hukum dan lingkungan kebijakan. Namun demikian pemaparan lain dari Wijaya (2010)6 memberikan informasi yang lain, yaitu Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) telah memperhitungkan pengguna internet di Indonesia pada akhir tahun 2001 mencapai 4,2 juta orang. Meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan angka pada akhir tahun 2000 sebesar 1,9 juta orang. Sedangkan berdasarkan data yang diberikan oleh internetworldstats, penduduk Indonesia yang menggunakan Internet berjumlah 25.000.000 pada tahun 2008, atau meningkat sebesar 1.150 % dari tahun 2000 yang hanya berkisar 2.000.000 saja.
Indonesia merupakan negara peringkat ke-5 pengguna internet di Asia. Wijaya (2010) berpendapat fakta diatas dapat menjadi solusi yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan e-business di Indonesia. Namun demikian juga banyak hal yang harus dipertimbangkan yaitu faktor-faktor eksternal dan faktor internal. Menurut Wijaya (2010) untuk mendefinisikan strategi dan kebijakan pengembangan e-business di Indonesia terlebih dahulu harus mendefinisikan dan menyesuaikan dengan obyektif yang sesuai dengan kondisi Indonesia, yaitu:
1)      Mempercepat pertumbuhan ekonomi bangsa melalui e-business yang berfungsi sebagai stimulus dan enabler pertumbuhan.
2)      Memperluas pangsa pasar potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dari tingkat nasional sampai internasional.
3)      Meningkatkan nilai kompetitif produk yang dihasilkan anak bangsa dengan memotong atau bahkan menghilangkan jalur distribusi pemasaran sehingga produk menjadi lebih murah dan lebih memberikan keuntungan.
4)      Memeratakan perkembangan/ pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan fasilitator teknologi informasi.
Dari segi prospek e-bisnis maka menurut Eko Indrajit dalam Sugi (2010) nampaknya perkembangan pemakaian alat-alat elektronik dan digital sebagai medium komunikasi dan relasi bisnis (digital relationship) jauh lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan cara yang sama untuk melakukan perdagangan atau transaksi jual beli (eCommerce). Berdasarkan fenomena ini, prospek atau peluang bisnis nampak bagi perusahaan-perusahaan yang dapat membantu manajemen perusahaan dalam mengimplementasikan berbagai jenis komunikasi, kolaborasi, dan kooperasi digital yang terjadi pada backoffice. Sebutlah misalnya konsep backoffice semacam e-Procurement, e-Supply Chain, ERP, dan lain sebagainya yang pada prinsipnya dipergunakan perusahaan untuk meningkatkan kualitas komunikasi antara divisi maupun antara perusahaan dengan mitra bisnisnya. Kecenderungan meningkatnya jenis ebisnis ini didasarkan pada suatu riset yang mengatakan bahwa ternyata kurang lebih 40% dari biaya total perusahaan habis dialokasikan untuk mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan lalu lintas informasi secara konvensional.
Kemudian dari segi implementasi e-bisnis Eko Indrajit dalam Sugi (2010) berpendapat e-bisnis di Indonesia memperlihatkan bahwa tantangan implementasi konsep baru ini lebih dikarenakan alasan-alasan sosiologis dibandingkan dengan aspek teknologinya. Artinya, faktor-faktor budaya, pendidikan, sosial, dan perilaku memegang peranan penting yang menentukan sukses tidaknya sosialisasi penggunaan teknologi informasi di dalam perusahaan. Dengan berpegang pada prinsip “old habit is hard to die” dan “people are hard to change”, maka aspek manajemen perubahan (change management) harus benar-benar diperhatikan pelaksanaannya. Kenyataan ini sebenarnya merupakan prospek e-bisnis yang sangat besar untuk digarap, karena terbukti bahwa mereka yang mampu membantu perusahaan untuk dapat secara efektif bertransformasi ke konsep e-bisnis akan dipercaya oleh manajemen dalam mengembangkan konsep tersebut di perusahaannya. Artinya, peluang besar akan diperoleh oleh perusahaan yang memiliki pendekatan dan metodologi e-bisnis yang sesuai dengan tantangan sosiologis yang terdapat pada perusahaan-perusahaan tradisional.
Selain itu dari segi bisnis proses, Eko Indrajit dalam Sugi (2010) menjelaskan sekian banyak perusahaan e-bisnis yang berkembang di tanah air, terbukti bahwa perusahaan yang sukses ternyata diraih oleh mereka yang mampu menggabungkan konsep traditional physical value chain (rangkaian proses bisnis konvensional) dengan virtual value chain (rangkaian proses bisnis virtual). Di mata pelanggan e-bisnis, ada tiga alur yang sangat penting, yaitu alur produk atau barang yang dibeli, alur informasi dokumen jual-beli, dan alur pembayaran transaksi. Alur produk atau barang biasanya ditangani oleh rangkaian proses bisnis konvensional (gudang dan distribusi), sementara untuk alur informasi dan pembayaran ditangani secara virtual (melalui internet). Agar sukse, perusahaan harus handal dalam menangani ketiga alur entiti tersebut. Prospek besar tersedia bagi mereka yang memiliki produk atau jasa berkaitan dengan penggabungan traditional physical value chain dengan virtual value chain seperti yang dikemukakan di atas.
Dengan berpegang pada prinsip bahwa e-bisnis berkaitan erat dengan serangkaian aktivitas pencarian laba finansial (wealth maximization), maka pemerintah Indonesia akan mengikuti negara-negara maju lainnya dalam menerapkan prinsip-prinsip pengaturan (regulasi) e-bisnis yang kondusif. Seperti yang terjadi di Indonesia, e-bisnis akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pelaku bisnis yang mayoritas dipegang oleh industri swasta. Karena mekanisme peraturan akan sangat bergantung dan ditentukan oleh mayoritas pelaku bisnis, maka perusahaan-perusahaan yang sejauh ini bergantung pada perlindungan pemerintah harus mulai merubah strateginya. Dalam sebuah arena dimana peraturan akan ditentukan oleh pasar (self regulated market), maka peluang sukses terbesar hanya akan dimiliki oleh perusahaan-perusahaan e-bisnis yang benar-benar memiliki keuggulan kompetitif (competitive advantage) dibandingkan dengan para pesaingnya.
Aspek terakhir yang tidak kalah pentingnya untuk dipertimbangkan adalah kenyataan bahwa e-bisnis baru dapat berkembang jika komponen-komponen lain dalam lingkungan sistem e-bisnis turut tumbuh dan berkembang secara serentak. Apalah artinya sebuah komunitas internet yang besar dan kebutuhan transaksi eCommerce yang tinggi misalnya, namun tidak dibarengi dengan kesiapan infrastruktur, ketersediaan hukum, dan jaminan keamanan yang memadai bagi para pelaku e-bisnis. Dengan kata lain, kesempatan berbisnis masih terbuka lebar bagi mereka yang dapat menutupi kepincangan-kepincangan perkembangan sistem e-bisnis secara keseluruhan ini, terutama yang menyangkut mengenai infrastruktur dan suprastruktur e-bisnis di Indonesia.
3.2       Penerapan E-Bisnis di Indonesia
Beberapa perusahaan BUMN sudah mulai menerapakan e-bisnis di Indonesia untuk meningkatkan daya saingnya, antara lain:
PT. Pos Indonesia yang memiliki bentuk layanan yaitu : Electronic Postal Service (ePostal), Limited Communication Technology Services (eCom), Internet Content Dan Messaging Services, dan Community Acces Point (Warung Masif).
Bank Central Asia (BCA), Program sentralisasi sistem komunikasinya didukung oleh sistem telekomunikasi VSAT dan transponder. Dalam pembenahan ini, BCA meminta bantuan Accenture (dulu Andersen Consulting). Buahnya kini, sekitar 789 cabang sudah terintegrasi sistem TI-nya, dilengkapi dengan sekitar 2 ribu jaringan ATM yang memanfaatkan fasilitas VSAT.
Merpati Nusantara Airlines, Merpati kini memiliki Merpati Internet Reservation Access (MIRA) yang memungkinkan pelanggannya dapat melakukan reservasi setiap saat tanpa harus datang ke kantor Merpati. Untuk kebutuhan internal, Merpati akan membangun sistem terintegrasi yang menghubungkan antara bagian, seperti penjualan, promosi, pemasaran dan keuangan. Sementara eksternal selain akan dikembangkan layanan reservasi online, Merpati juga berminat mengembangkan e-Ticketing dan e-Payment.
Garuda Indonesia juga memanfaatkan Internet untuk membangun situsnya yang memuat informasi baik berupa profile perusahaan maupun paket-paket wisata yang ditawarkannya. Pihak manajemen juga sedang mempersiapkan sistem online reservation yang akan disertakan dalam situs tersebut. Disamping itu, Garuda memanfaatkan Internet untuk dapat memperoleh umpan balik dari para konsumennya dengan menyediakan menu khusus yang diberi nama Feedback. Harapannya, melalui sistem itu, terjalin komunikasi aktif antara konsumen dengan pihak manajemen Garuda.


3.3.      Kebijakan E-Business
Kegagalan pola pembangunan ekonomi yang bertumpu pada konglomerasi usaha besar telah mendorong para perencana ekonomi untuk mengalihkan upaya pembangunan pada ekonomi kerakyatan dengan bertumpu pada pemberdayaan usaha kecil dan menengah (small and medium enterprises atau SME). Telah terbukti bahwa SME cukup tangguh menghadapi tantangan selama krisis karena luwes dalam merespon keinginan pasar, sehingga pengembangan perdagangan berbasis TI (E-business) harus pula difokuskan untuk pelaku pasar pada segmen tersebut. Untuk itu perlu dibuat kerangka kebijakan dan regulasi yang mengatur E-business.
Kebijakan
  1. Perangkat hukum untuk e-commerce
    1. Ketentuan mengenai perikatan-perikatan khusus
    2. Ketentuan mengenai informasi sebagai objek perdagangan
    3. Jenis dan cara pemungutan pajak
    4. Perlindungan konsumen
    5. Industri penyelenggara jasa penunjang e-commerce
    6. Larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
    7. Bank, asuransi, pasar modal, dan lembaga keuangan lain
    8. Badan usaha milik negara, Perusahaan, koperasi, dan subjek perdata lain
    9. Notaris, Otoritas sertifikasi, dan lembaga pengesahan lain
    10. Hak cipta dan Hak milik industrial
    11. Cara penyelesaian sengketa terhadap pelanggaran yang ada dalam praktek perdagangan elektronik
  2. Transparansi dalam pelayanan, peraturan, dan persyaratan
  3. Pertukaran dan pemrosesan data bisnis secara elektronik
  1. Dokumen Perusahaan
  2. Keamanan pertukaran data (tanda tangan digital)
  3. Kekuatan pembuktian data elektronik
Kebijakan kepastian hukum bagi SME dan masyarakat konsumen dalam Ebusiness. Kebijakan dalam pemanfaatan sumber informasi bagi SME baik di pusat maupun di daerah. Kebijakan yang mengatur pemrosesan dokumen secara elektronis (perijinan, kewajiban pajak, dan lainnya). Kebijakan mengenai etika perdagangan secara elektronis. Kebijakan untuk melindungi informasi pribadi
Kebijakan untuk melindungi kekayaan intelektual. Kebijakan mengenai kebebasan bicara, censorship, offensiveness melalui internet. Kebijakan mengenai perpajakan. Kebijakan mengenai enkripsi. Kebijakan mengenai pembuatan kontrak melalui media elektronis. Kebijakan mengenai perjudian melalui media elektronis. Kebijakan perlindungan konsumen dan produsen dalam e business.

Kebijakan mengenai perusahan multinasional
Peraturan
a.   Peraturan tentang jual beli informasi (commercial law).
b.   Peraturan pemanfaatan teknologi informasi dalam e-business (cyber law)
c.   Peraturan pengembangan security system (national security, personal security).
d.   Peraturan mengenai mekanisme e-bisnis, dan tele-bisnis.
e.   Peraturan mengenai pelanggaran hak cipta.
f.    Peraturan mengenai pelanggaran hak individu.
g.   Peraturan mengenai kejahatan yang dilakukan melalui komputer


BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
       E-bisnis merupakan sistem yang terintegrasi antara sistem front office dan back office, dan merupakan sistem yang menjalankan praktek bisnis day-to-day seperti produksi, pemasaran, administrasi, research dan development, customer relationship, dan pengambilan keputusan manajerial.  Penerapan e-bisnis sesungguhnya merupakan peluang yang baik secara teknis bagi pengusaha kecil dan menengah. Namun di Indonesia hal ini masih harus menjadi pertimbangan yang matang karena kondisi kebijakan Indonesia masih belum berpihak pada skala usaha kecil dan menengah, sehingga cukup beresiko. Indonesia meskipun dari segi kesiapan memasuki pasar digital masih belum kondusif bagi pelaku luar negeri namun masih menjanjikan bagi para pelaku e-bisnis dalam negeri, karena permasalahan e-bisnis di Indonesia lebih banyak dipengaruhi faktor sosial, budaya dan kebijakan dibandingkan faktor teknis.


DAFTAR PUSTAKA

Eko Indrajit, Richardus. Konsep dan Aplikasi E-Business.
Setia Dewi, Indra. 2011 . Penerapan E-Business di Indonesia.
Tim Koordinasi Telematika Indonesia. 2000 . Kerangka Teknologi Informasi Nasional.
Wijaya, Dedy Rahman. 2010. Strategi dan Kebijakan Pengembangan E-business di Indonesia.